DUA dekade lalu, nama Anwar Panda bak pahlawan dalam dunia persepakbolaan di
Kota Ternate, Maluku Utara. Mantan defender Persiter Ternate ini pernah berlaga
di beberapa klub papan atas Indonesia. Sayang, begitu karirnya berakhir, Anwar
terpaksa menjadi supir mobil rental untuk menghidupi keluarganya.
“Jaga! Jaga! Lihat sana! Fokus!” Kalimat itu kerap
terdengar dari mulut seorang Anwar Panda kala masih berlaga di lapangan hijau.
Di masa jayanya, pria yang kini berusia 43 tahun ini amat loyal menjaga
mengawal pertahanan klub yang dibelanya. Bersama rekan sejawatnya, Hengki Oba,
yang berposisi sebagai penjaga gawang, duo ini berhasil melekatkan label
superior untuk pertahanan Persiter. Selama berseragam kuning-hijau, Panda mampu
membawa tim berjuluk Laskar Kie Raha ini ke kompetisi sepakbola tertinggi tanah
air, Divisi Utama.
Sayang, gonjang-ganjing kepengurusan serta perbedaan
paham antara Panda dengan pengurus Persiter membuat ia dan beberapa rekan
setimnya memilih keluar dari klub tersebut. Beruntung, ia akhirnya dikontrak
Persma Manado untuk tujuh musim pertandingan. “Selain Persma, saya juga pernah
merumput bersama Persita Tangerang bersama Firman Utina, Persepar Palangkaraya
(kini Kalteng Putra FC, red), dan Barito Putra Banjarmasin,” tutur pria beranak
dua ini pekan lalu.
Salah satu pengalaman yang tak terlupakan bagi Panda
selama menjadi pesepakbola adalah ketika menjalani laga persahabatan dengan PSV
Eindhoven. Kala itu, bintang Brazil yang membela Eindhoven, Ronaldo, memberikan
jersey-nya kepada Panda. “Itu salah satu momen terbaik selama merumput,”
kenangnya.
Meski tak berlimpahan harta, Panda boleh dibilang
merupakan salah satu pesepakbola yang makmur di masanya. Selama membela Persma
Manado, pemakai nomor punggung 13 ini juga tercatat sebagai Pegawai Negeri
Sipil (PNS) di Pemerintah Daerah Manado. Kala itu, Panda menjadikan
Manado-Ternate layaknya dapur dan teras rumahnya. Ia kerap bolak-balik kedua
kota itu tiap kali akhir pekan. “Tapi ketika selesai merumput di Persma, status
PNS di Manado juga ikut berakhir,” akunya.
Kini nama besar Anwar Panda perlahan memudar. Setelah
karirnya di dunia sepakbola usai, ia harus memutar otak menghidupi keluarganya.
Tak mau mengemis pekerjaan dari orang lain, pria kelahiran Ternate ini rela
menjadi motoris speedboat rute Ternate-Jailolo. “Saya tidak mau meminta
pekerjaan dari orang lain, apalagi dengan menjual nama besar saya dulu. Lebih
suka mencari nafkah dengan tangan sendiri,” ujarnya.
Padahal banyak pihak yang datang untuk memintanya
menjadi pengurus organisasi sepakbola hingga menjadi politisi. Semuanya ditolak
Panda. Ia tak ingin kelak disebut memanfaatkan sejarah kehebatannya dulu untuk
mendapatkan jabatan tertentu. Beberapa tahun menjadi motoris, Panda lalu
banting setir menjadi supir mobil rental. Profesi ini masih dilakoninya hingga
kini. “Kalau pas tak ada yang menyewa mobil, saya melatih siswa SSB (Sekolah
Sepak Bola, red). Juga melatih klub-klub lokal yang sedang ikut pertandingan,”
katanya.
Sebagai insan sepakbola, Panda memberikan sedikit
masukan terkait persepakbolaan Malut saat ini. Menurutnya peluang putra Malut
untuk menjadi pesepakbola handal sangat terbuka lebar. Namun sifat sombong
patut dijauhi setelah menjadi atlit yang diandalkan klub maupun timnas.
“Kebanyakan pesepakbola dari timur, sudah besar sedikit langsung sombong. Sifat
seperti ini dijamin membuat karir seorang pesepakbola tidak akan bertahan
lama,” tandasnya. (inp)